Senin, 20 Februari 2017

From Sapen to Hubby (Part 2)



Ibuku bingung. Dia sudah kenal Arli dan keluarganya dengan sangat baik. Sementara Bimo ? Dia belum kenal siapa Bimo, belum pernah bertatap muka walau sekalipun, belum mengenal keluarganya  sama sekali.  Jangankan  ayah dan ibu, wong aku sendiri aja belum pernah ketemu sama yang namanya Bimo. Lho...ini gimana sih?💕💕💕💕

Hhmm....mungkin ini yang disebut “The power of love”. Cie....cie... Walau belum pernah ketemu, tapi ada keyakinan yang begitu besar bersemayam dalam hatiku kalau si beliau itu serius. Makanya aku memberanikan diri bicara sama ayah ibu kalau orang tuanya Bimo punya niat untuk berkunjung ke Medan demi melamar diriku.💚💛💜

Ada keraguan besar dalam diri ibu. Upss....sedikit penjelasan, kenapa selalu ibu yang kusebut. Ayahku pada saat itu sudah memasuki usia sepuh. Dengan kondisi ini, jadilah ibu  pengganti ayah sebagai pengambil keputusan. Ibu bingung. Menolak kedatangan keluarga Bimo berarti membuatku patah hati. Menerima kedatangan mereka, ibarat membeli kucing dalam karung...buta.
😇😇😇 😍😍😍😍

Singkat cerita akhirnya ibu mengambil keputusan bijaksana, keluarga kami  menerima kehadiran keluarga Bimo.🙏🙏🙏🙏 Eitttss...... cerita belum berakhir lho. Dalam “rembug tuwo” itu, intinya keluargaku menerima maksud baik dari keluarga mantan terindahku, Cuma belum bisa memberikan jawaban atas lamaran tersebut. (Lho...iki piye tho??) Karena aku dan Bimo belum pernah bertatap muka, jadi ibu minta ada baiknya aku dan Bimo bertemu dulu (pada saat lamaran tersebut hanya bapak ibunya yang datang).






Ibu, memang hanya seorang wanita biasa produk jaman dulu. Tapi pola pikirnya maju dan demokratis. Bagi ibu hanya ada 3 syarat untuk menjadi menantunya, seiman, sholat, dan tanggung jawab. Ibu tidak pernah memikirkan masalah pekerjaan (karena rejeki sudah diatur Allah asal kita berusaha), tidak juga menghiraukan perbedaan suku, status sosial, atau jenjang pendidikan. Namun dari kasusku, persyaratan beliau bertambah satu yaitu aku dan Bimo harus kopdar dulu. Hehehe...kayak agenda komunitasku –PENARAWA- pake kopdar segala.😃😃😃

So, bapak dan ibu camer akhirnya kembali ke Jawa dengan jawaban yang masih mengambang. Sementara sang Arjuna di seberang lautan tak mau mengalah begitu saja. Berbekal cuti yang hanya 4 hari, terbanglah beliau menuju Medan demi memenuhi prasyarat yang diajukan calon ibu mertua.💞💞💪💏💑

Setelah syarat terpenuhi, restupun didapat. Kami menjalani LDR selama 10 bulan. Selama LDR inilah lembar-lembar kertas kembali berbicara. Kalau sebelum ini surat-surat kami bercerita tentang indahnya persahabatan, sekarang perbincangan kami mengalami perubahan thema. Rindu, cinta, romantisme, dan kosa kata serta kalimat lebay khas orang pacaran bertaburan dalam surat-surat kami.💓💜💑💗💙💚💟 Berkirim kabar melalui rekaman suara di kaset masih tetap kulakukan. Malam minggu disaat orang-orang wakuncar, aku cukup diapelin melalui interlokal. Begitupun rasanya udah suueeeneng banget. Hehehe....harap maklum, namanya juga lagi kasmaran. 

Hingga akhirnya di 08 Februari 1998 kami bertemu untuk kedua kalinya, dalam prosesi ijab kabul. Dan 08 Februari 2017 kemarin tak terasa kalau kami sudah bersama selama 19 tahun. Hubungan yang diawali dengan keisengan, diikuti dengan kenekadan, dan diakhiri dengan nyali besar, tanggung jawab, serta niat baik, inhsaa Allah mendapat ridho dan berkah dari sang Khalik.💑💜❤👫👪💚💘👪




Sebagian surat-surat jaman baheula.



Mug, souvenir the 19th wedding anniversary.



                          



2 komentar:

  1. Masih tersimpan rapi semua. Semoga langgeng terus ya Mbak :)

    BalasHapus
  2. hehehe...iya mbak, untuk kenang-kenangan ke anak cucu. Makasih dah mampir ya mbak.

    BalasHapus