Pertengahan November 2016 kemarin aku pulang ke kampung halaman tercinta – Medan – Kepulanganku ini berkaitan dengan urusan pekerjaan, dan tentunya sekalian mengunjungi ibu.
Menurut jadwal, pekerjaan tersebut memakan waktu sekitar 2 bulan. Namun apa daya, setelah 4 hari berada di Medan, kondisi kesehatan ibuku nge-drop. Dan akhirnya pada tanggal 23 November, Sang Khalik Allah SWT menjemput ibunda tercinta kembali keharibaanNya.
Karena sedang dalam kondisi berduka, otomatis urusan kerjaan
juga ditunda sampai awal Desember. Jadwal yang tadinya 2 bulan, mundur menjadi 2,5 bulan.
Terpisah jauh dari anak-anak dan suami, kemudian masih dibalut kesedihan karena ditinggal ibu, terkadang membuat diriku merasa sepi dan dilanda rindu yang berkepanjangan. Namun situasi tidak memungkinkanku berlarut-larut dalam kesedihan, karena bisa berpengaruh buruk pada kinerja.
Okelah...πΆπ·πΆπΈπ΅buat apa susah.π΅πΆ..buat apa susah.π΅πΆ..lebih baik kita bergembira...π·πΆπΉπ΅πΈπ» demikian cuplikan lagu dari grup band terkenal tempo dulu “Koes Plus”.
Yuk...kita bergembira lagi.
Karena Medan itu memang kampung halamanku, maka ada dua hal yang selalu aku rindukan dari kota Medan, ibu dan kuliner.
Bicara tentang kuliner, Medan gak ada matinya bo’...Kota dengan penduduk yang beraneka ragam tersebut (Melayu, China, India, Tamil, Batak, Nias, Jawa, dll) memiliki kuliner yang cukup bervariasi dan menggugah selera.
Untuk mengusir kejenuhan dan kesepian, ketika libur kerja aku sering mengajak keponakanku keliling berwisata kuliner. Menikmati hidangan-hidangan yang cuma ada di Medan. Sengaja aku ajak keponakanku, selain sebagai teman jalan, juga sebagai photografer. dengan senjata andalannya ASUS ZENFONE.
Jeprat-jepret dengan ASUS ZENFONE itu memberi kepuasan tersendiri lho, karena smartphone ini dibekali dengan kemampuan fotografi yang sangat oke dengan aplikasi PixelMasterCamera-nya.
Lihat aja nih sajian soto Medan yang begitu menggugah selera hasil jepretan ASUS ZENFONE.
Soto Medan merupakan salah satu favoritku. Memang sih hampir seluruh daerah di Nusantara memiliki kuliner berupa soto. Tapi soto Medan...bagiku tetap yang terbaik. Soto berkuah santan ini berisi suwiran daging ayam, tauge, bihun, kemudian diberi perkedel, dan jangan lupa taburan bawang goreng, irisan daun bawang dan emping goreng. O...ya..untuk menambah sensasi rasa, tambahkan cabe ulek, potongan tomat dan perasaan jeruk...hhhmmmm...yummi. Terus terang, aku cuma bisa menikmati soto ini kalau pas pulang ke Medan aja. Soalnya kalau aku membuat kuliner ini di rumahku di Jawa, anak bojo gak ada yang suka...nuansa santannya begitu kental. Hehehe...tapi bagiku kekentalan kuah soto Medan itulah yang selalu ngangeni.
Potongan tomat, jeruk, dan irisan daun bawang. |
Soto Medan dan kelengkapannya. |
Hhmm...yummi. |
Selain soto, lontong sayur Medan juga gak kalah hebohnya.
Selama di Medan, lontong sayur Medan menjadi sarapan wajib setiap pagi. Perpaduan
rasa lontong yang disiram dengan sayur berkuah (bisa gulai nangka, sayur kuning
buncis dan labu siam), kemudian ditambah tauco udang, sambal teri, bihun, dan
terakhir diberi remasan kerupuk merah. Amboiiii....nikmatnya terkenang-kenang
selalu.
Lontong Sayur Medan. Orang Medan sendiri menyebut kuliner ini "Lonsay". |
Lontong sayur Medan ini lebih nikmat kalau disantap
berbarengan dengan sate kerang Medan. Sebenarnya di Jawa juga ada sate kerang,
tapi bumbunya beda dengan sate kerang Medan. Kalau di Medan, selain bumbu-bumbu
berupa cabe, bawang merah, bawang putih, lengkuas, jahe, ada tambahan kelapa
giling yang membuat sate kerang Medan memiliki rasa yang khas. Nah..kalau untuk
kuliner yang satu ini, mas bojoku demen banget. Dia bisa ngabisin 10 tusuk
dalam satu penyajian. “Enak banget.” Begitu komentarnya ketika pertama kali
mencicipi sajian ini bertahun-tahun yang lalu. Sejak itu, kalau pulang ke
Medan, inilah kuliner yang selalu dicari-carinya.
Sate kerang Medan. Bumbunya begitu menggugah selera. |
Ketika aku masih kanak-kanak sampai menjelang remaja, di
Medan belum ada bakso. Tapi ada kuliner yang menyerupainya, namanya Mi Sop.
Dalam hal penyajian, mi sop hampir sama dengan bakso – yang minus bakso-. Kuah
panas nan bening, berisi mi (bisa menggunakan bihun, mi kuning, atau kwetiau),
kemudian diberi suwiran daging ayam, taburan bawang goreng, daun seledri, dan
kerupuk merah (kerupuk merah merupakan ciri khas mi sop). Nah...sekitar awal
tahun 80-an, bakso mulai merambah kota Medan, seiring dengan itu popularitas mi
sop-pun meredup bahkan hampir hilang tergilas jaman. Tapi beberapa tahun
belakangan, mi sop kembali menjadi primadona di kota Medan, cuma sekarang ada
yang beda. Kalo dulu kuliner ini hanya berjudul “Mi Sop”, sekarang dia berganti
nama menjadi “Mi Sop Kampung”. Ya....kerupuk merahnya itu menjadi salah satu
pertanda kalo ini memang makanan kampung, makanan jadul.
Mie sop kampung dengan remasan kerupuk merahnya yang melegenda. |
Ntah kenapa orang selalu mengidentikkan Medan dengan Batak.
Padahal sejatinya penduduk asli kota Medan adalah Melayu. Hal ini terbukti
jelas dengan keberadaan Istana Maimoon sebagai pusat pemerintahan kesultanan
Deli di jaman dahulu.
Bicara tentang suku Melayu, ada satu kuliner khas Melayu
yang sayang banget kalau dilewatkan-roti jala- Sebenarnya kuliner ini merupakan
paduan dari kuliner India. Roti jala sendiri terbuat dari adonan tepung terigu
yang didadar secara acak dan bolong-bolong. Kemudian dadar acak dan
bolong-bolong tersebut dilipat, disajikan dengan menyiram kuah kare dan irisan
acar timun nenas di atasnya.
Roti jala lengkap dengan kare kambing dan acar timun nenas. |
Nah.....itu tadi sajian khas Melayu. Kalau sajian khas
Bataknya mana???
Jangan khawatir, ini dia kita tampilkan daun ubi tumbuk. Daun
ubi tumbuk sebenarnya sama dengan gulai daun ubi. Bedanya kalau gulai daun ubi,
daun ubinya utuh, sementara kalau daun ubi tumbuk, daun ubinya ya
ditumbuk.....iya...dilumatkan sampe halus. Kemudian dimasak dengan santan
kental dan bumbu-bumbu cabe merah, bawang merah, bawang putih, lengkuas, jahe,
kunyit, daun salam, serai, buah kecombrang, dan buah cipokak.
Penampakannya seperti ini nih.
Selain Arsik ikan mas, daun ubi tumbuk merupakan salah satu kuliner suku Batak yang sangat merakyat. |
Sayur daun ubi tumbuk ini akan lebih oke kalau dinikmati
dengan sambal teri Medan....hhmmm.
Sambal tempe plus teri nasi (teri Medan). |
Ternyata 2,5 bulan menetap di Medan, belum memenuhi hasrat kulinerku secara utuh. Ketika
tanggal 2 Februari kemarin aku harus kembali pulang ke Jawa, tak lupa kubawa
serta kwetiauw basah mentah sebanyak 5kg. Hah....ngapain juga repot-repot bawa
kwetiauw mentah, bukannya di Jawa juga ada? Iya...bener, di Jawa juga ada
kwetiau, tapi beda dengan kwetiau Medan. Ini nih penampakan kwetiau mentahnya.
Kwetiau basah mentah. |
Dan ini, hasil masakannya. Kumasak secara minimalis hanya
dengan udang kecil-kecil, tanpa cumi, dan assesoris lainnya.
Ni hasil matengnya, minus assesoris sayuran dan kerupuk. |
Hhhmmmm....akhirnya, ku tak mampu berkata-kata lagi. Karena
kuliner-kuliner Medan memang selalu membuat liur melambai, nafsu makan
membengkak, dan yang paling pasti, diet terabaikan.
Artikel ini diikutsertakan pada Blogging Competition Jepret Kuliner Nusantara dengan Smartphone yang diselenggarakan oleh Gandjel Rel
Waduuhh bnyak yg aku.blm tahu dan blm.prnh nyoba.hiks. ngileerr dgn sukses ni mbak
BalasHapusSekali nyoba pasti ketagihan mbak...hehehe
HapusLontong sayur Meda, ah pasti enak sekali
BalasHapusyang pasti rasanya maknyuusss pak, bikin ketagihan. makasih dah mampir pak.
HapusAku mau perkedel kentangnya. Dari kemarin pingin Mbak Han, belum kesampaian :)
BalasHapuslha kalo perkedel kentang kan bikinnya simpel wae mbak Wahyu...hehehe
BalasHapusMakanan Medan banyak banget dan enak enak sepertinya. ku ngiler dengan soto ayamnya yang terlihat lezat :) yummy!
BalasHapusBener banget mas, makanya kalo mudik ke Medan berat badan jadi membengkak...hehehe...semuanya enak2
Hapus