Kamis, 02 Maret 2017

Sudahkah anda menikah lagi??





Eittsss......buat para lelaki yang berstatus suami atau bapak jangan senang dulu lho baca judul di atas, soalnya pertanyaan itu bukan buat kalian, tapi buat  dia. Iya...dia yang di sana itu lho.

At this time, saat ini, saiki, banyak kita jumpai remaja atau bahkan manusia-manusia dewasa yang tidak bisa menahan nafsu dan syahwatnya, pacaran diluar batas kewajaran, hingga akhirnya hamil di luar nikah. Biasanya kalau sudah “kebobolan” begitu, pihak keluarga (terutama keluarga si cewek) berusaha dengan berbagai cara untuk segera menikahkan anaknya yang sudah “tek dung” tersebut.  Ada beberapa alasan kenapa menikahkan anak yang sudah terlanjur hamil “harus secepat” mungkin dilakukan. Alasan pertama yang terpikirkan oleh mereka, apapun harus dilakukan agar “benih” yang sudah terlanjur jadi itu bisa lahir dalam keadaan “berbapak”. Alasan lain, demi menutup aib di mata tetangga, keluarga besar, dan teman-teman. Banyak orang berpendapat, dengan menikahkan pasangan yang sudah terlanjur hamil otomatis masalahpun selesai. Aib tertutupi, calon jabang bayi bakal lahir dengan memiliki orang tua komplit, kedua pasangan pengantin bebas dari zina, dan rasa malupun pupus, terbang terbawa angin lalu.

Tapi....sadarkah kita, bahwa sebenarnya menikahkan pasangan yang sudah terlanjur hamil merupakan kesalahan besar yang justru dampak dan dosanya akan terbawa hingga tujuh turunan?? Karena sejatinya seorang wanita yang sedang hamil karena perzinahan, HARAM hukumnya dinikahkan. Kalau ada orang tua yang menikahkan anak gadisnya dalam keadaan hamil, berarti sama saja orang tua tersebut menjerumuskan anaknya ke dalam lembah zina yang lebih dalam lagi. Kenapa ?? Karena pernikahan yang dilakukan dalam keadaan hamil hukumnya tidak sah, kalau pernikahannya tidak sah, maka hubungan badan yang terjadi selama mereka menjalani pernikahan tersebut dianggap zina. Dan jika dari “pernikahan tidak sah” tersebut lahir anak kedua, ketiga, dan seterusnya, mereka juga merupakan anak zina. Walaupun mereka dilahirkan dalam satu “keluarga” yang utuh.  Mengerikan bukan?.

Anak-anak yang dilahirkan dari hasil perzinahan adalah anak ibu, mereka tidak punya bapak –secara hukum agama-, walaupun secara biologis bapak mereka jelas-jelas ada. Nah...yang sangat dikhawatirkan, jika perzinahan tersebut menghasilkan anak perempuan. Ketika beranjak dewasa dan siap untuk menikah, seorang wanita wajib memiliki wali nikah. Bapak kandung merupakan wali nikah anak perempuan. Setelah berpuluh tahun menyimpan aib masa lalu (hamil diluar nikah), adakah orang tua yang siap menunjukkan suatu kebenaran kepada anaknya dengan mengatakan, “Nak, dulu waktu bapak menikah dengan ibumu, ibu sudah hamil duluan, jadi kamu itu sebenernya anak zina, dan bapak tidak bisa menjadi wali nikahmu, karena secara hukum bapak bukan bapakmu.” Kira-kira ada gak yang berani bersikap sejantan itu? Yang ada malah tanpa rasa bersalah, mereka dengan entengnya menjadi wali nikah dari anak-anak perempuan mereka. Kalau sudah begini ?? otomatis pernikahan anak-anak perempuan mereka tidak sah, karena dilakukan oleh “wali” yang bukan wali. Anak hasil zina harusnya dinikahkan oleh wali hakim. Wali tidak sah, pernikahan tidak sah, jadilah edisi keluarga zina jilid II. Anak-anak yang bakal lahir dari keluarga baru ini juga nantinya merupakan produk zina kw II. Begitu seterusnya. DOSA TUJUH TURUNAN.

Kembali ke awal masalah. Lantas apa yang harus dilakukan kalau sudah terlanjur hamil?? Tunggu sampai si jabang bayi lahir, taubatan nasuha, baru menikah. Memang tetap saja ada produk zina yang sudah terlanjur brojol, tapi setidaknya untuk anak2 selanjutnya bakal lahir dalam ikatan keluarga yang sah.

Nah....untuk yang sudah terlanjur menikah dalam kondisi hamil, sewajibnya melakukan nikah ulang ketika bayi sudah lahir, sudah dalam keadaan suci, dan taubatan nasuha.
Kenyataannya sering sekali kita melihat tetangga, teman, kenalan, atau bahkan keluarga, yang mengalami kondisi seperti cerita di atas, tapi kita tidak punya nyali untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran tersebut. Yang ada kita hanya diam, takut menyinggung perasaan, takut dikira mencampuri urusan orang. Padahal kita juga punya kewajiban lho untuk berbuat amar makruf nahi munkar terhadap orang-orang di sekitar kita. Jujur aku sendiripun mengenal beberapa orang yang mengalami kondisi MBA (Married By Accident). Mereka sekarang sudah berkeluarga dengan mapan secara moril dan materil, dan anaknya juga sudah tambah, selain si sulung yang diproduksi secara tidak sengaja. Tapi apa aku punya keberanian untuk menyampaikan kebenaran ini secara langsung pada mereka-mereka itu?? Jawabnya.......OF COURSE  (not).

Itulah sebabnya aku menorehkan tulisan ini. Ada 3 tahap yang bisa kita lakukan dalam mencegah kemunkaran, dengan tangan, dengan lisan, dan dengan do’a. Kali ini aku mencoba menggunakan lisan dibantu tangan dan mewujudkannya dalam bentuk tulisan. Semoga bagi yang membaca tulisan ini dan mengalami kondisi yang sama dengan cerita di atas dibukakan pintu hatinya oleh Allah untuk tidak malu mengulangi ijab kabulnya. Aamiin.

2 komentar: