“Om telolet om”...beberapa waktu
yang lalu ungkapan ini sempat menjadi viral, bukan hanya di Indonesia, tapi
juga mendunia. Beberapa selebritis dunia juga ikut-ikutan demam Om telolet om.π₯π₯π₯
Oke mbak mas, abang akak...kali
ini aku pengen coba membahas masalah sapaan yang kita gunakan dalam kehidupan
sehari-hari. (Lha...ini apa hubungannya dengan Om telolet??).πππ Seiring
berkembangnya jaman, masyarakat kita sekarang lebih cenderung menggunakan
sapaan dengan kata-kata yang merupakan serapan dari bahasa asing. (Kebanyakan
sih dari bahasa Belanda).
Misalnya dalam kehidupan
berkeluarga, lebih banyak orang yang membiasakan anak-anaknya untuk memanggil
Papa-Mama pada orangtua. Bahkan ada juga yang menggunakan sapaan Papi-Mami,
(walau makanan utamanya sih tetap aja nasi, rendang, tempe, sayur lodeh, sambel
terasi...hehehe).ππππππ£
Panggilan Papa-Mama, Papi-Mami
ini gak cuma terdengar di lingkungan keluarga modern yang hidup di perkotaan aja lho. Bahkan
keluarga-keluarga muda di desa juga banyak yang mulai menggunakan sapaan
Papa-Mama.πππππ
Selain Papa-Mama, Papi-Mami, kita
juga sering mendengar orang-orang menggunakan sapaan Oma-Opa sebagai pengganti
Nenek-Kakek. Om-Tante sebagai pengganti Paklik-Bulik, Pakcik-Makcik,
Tulang-Nantulang.ππππππ
Yang lebih parahnya lagi, sapaan
Om sekarang itu sudah sangat merajalela gentayangan kemana-mana. Di masa lalu
panggilan Om sering ditujukan untuk menyapa lelaki berpenampilan perlente, sapaan untuk saudara laki-laki ayah atau ibu
dari keluarga-keluarga berada. Nah...sekarang, siapa aja bisa dipanggil Om.
Kalau dulu anak-anak menyapa pedagang keliling yang jualan bakso, siomay, bubur
ayam dan lain-lain, dengan sapaan Lek (di Jawa), Bang (di Medan), Mas (di
Jakarta)....sekarang mereka sudah naik derajat bo’...dipanggil Om. Tukang
ojek-pun dipanggil Om. Bahkan supir-supir truk besar dengan klakson berirama
telolet ikut mendunia dengan panggilan OM. “Om telolet Om”. Seandainya saja si
pencipta jargon ini lebih suka menggunakan sapaan khas Indonesia, mungkin bukan
si Om yang bakal mendunia, tapi bisa jadi si Abang, Paklek, Mas, Tulang, Uda,
dll. “Bang Telolet Bang”. “Lek telolet Lek”. “Uda telolet Uda”.
(Hehehe....belum rejeki, tetap si Om yang dari negeri kincir juga yang
nge-top).π₯π₯π₯π₯π₯π₯
Nah...omong-omong, sebenarnya
sapaan Papi-Mami, Papa-Mama, Opa-Oma, Om-Tante, itu berasal dari mana sih??
ππππ
Menurut Majalah Pembinaan Bahasa
Indonesia volume 5 – 8 terbitan 1984, pada masa kolonial Belanda, orang yang
berpendidikan Belanda memakai sapaan Mammie-Pappie, Mamma-Pappa, atau
Mammaatje-Pappaatje. Dari sapaan itu lahirlah istilah Mami-Papi, Mama-Papa.
Sementara Opa dan Oma juga berasal dari bahasa Belanda, demikian juga Om (Oom)
dan tante.π❤π❤✌π❤
Udah jelaskan kalau kata sapaan
tersebut berasal dari mana. Dulu para pejuang kita berjuang dengan segenap jiwa
raga untuk memerdekakan negeri ini dari penjajahan Belanda. Sekarang, setelah
merdeka selama puluhan tahun, ternyata kita – generasi penikmat kemerdekaan- masih
sangat bangga dan justru melestarikan budaya dari negeri penjajah kita dulu.πππππ
Padahal sebenarnya, negeri ini
kaya sekali dengan berbagai sapaan yang khas. Bahkan banyak sapaan di beberapa
suku lebih detail dan terperinci. Misalnya dalam suku Batak. Kakak laki-laki
dari pihak ayah di panggil Amang Tua (Amang = bapak, tua = tua), kalau adik
laki-laki ayah dipanggil Amang Uda (Amang = bapak, uda = muda). Sementara Kakak
atau adik laki-laki ibu dipanggil Tulang.πΌππ―πππππππ
Jadi kalau dalam satu kondisi,
aku memanggil seseorang dengan sebutan Tulang, orang-orang yang ada di sekitar
(dan yang paham) dengan sendirinya mengerti bahwa yang kuajak bicara itu
saudara lelaki ibuku. Coba kita bandingkan dengan panggilan Om. Ketika aku
memanggil saudara lelaki ayah atau ibu dengan sebutan Om, mungkin aku perlu
memberi penjelasan bahwa ini adik ibuku, atau adik ayahku.ππ
ππππ
Contoh lain dalam sapaan
masyarakat Jawa. Untuk orang-orang yang lebih tua dari orangtua kita ada
sebutan Pakdhe-Budhe (Bapak gede-ibu gede), sementara untuk yang lebih muda
dipanggil dengan sapaan Paklik-Bulik (Bapak cilik – Ibu cilik). Sementara dalam
masyarakat Melayu ada istilah Pakcik-Makcik (Bapak kecik-Mamak kecik),
Pakwo-Makwo (Bapak tuo – Mamak tuo). Lebih mendetail dan jelas kedudukannya
kan??π΅π΄π²πΊπ»π·
Sebutan untuk Kakek Nenek juga
beragam indahnya. Masyarakat Jawa menggunakan istilah Eyang kakung- Eyang
Putri, Mbah Kakung- Mbah Putri. Suku Batak Oppung Doli - Oppung Boru. Orang-orang Melayu menggunakan
istilah Datuk atau Atok. Lebih indah kan??π«π«π©π¨π₯π€
Aku punya teman suku Melayu.
Kehidupan keluarga besarnya mapan, sejahtera, berlebih bin turah-turah (tapi
bukan lambe turah lho...hehehe). Sebagian dari keluarga besar mereka ada yang
tinggal di Belanda, Kuwait, dan beberapa negara Asia. Tapi yang membuat aku
saluuuttt sama temanku ini, semua istilah sapaan yang mereka pakai khas
bernuansa Melayu. Temanku ini membiasakan anak-anaknya memanggil kakaknya yang
di Belanda dengan sebutan Mak Long. Karena kakaknya yang tinggal di Belanda itu
anak pertama (sulung). Sementara untuk memanggil yang tinggal di Kuwait, anak-anaknya
menggunakan istilah Mak Ngah (anak tengah). Dalam suku Melayu sapaan
menunjukkan urutan seseorang dalam keluarga. Sementara dia menyebut diri “Emak” pada anak-anaknya.
Padahal....tunggangannya Fortuner bo’.....tapi lebih ikhlas dipanggil emak
daripada Mama atau Mami.ππππππ
Waktu kutanya,”Kenapa anak-anakmu
gak manggil Mama atau Mami?”
“Terlalu mainstream, gak
kelihatan udiknya”. Balasnya menohok.☆☄☃☂☁☀
Eaalahhh....aku jadi malu.
Lha..secara gak sadar ternyata aku juga ikut terseret arus kekinian, menyebut
diri “Bunda” pada anak-anakku, padahal tungganganku cuma kaki dan angkot, bukan
Fortuner.ππππ
Ulasannya lenfgkap mbak
BalasHapusBaru.tahu kl.mama papa mami papi opa.oma itu dr belande hehe
Makasih udah mampir mbak. Makasih juga untuk komennya ya mbak.
BalasHapusHihihih, memang panggilan gitu gmn ya, ungakapan rasa sayang juga. Aku juga baru tahu lho kalo yg dari belanda kui Mbak
BalasHapushehehe...iya mbak, aku pribadi lebih suka dipanggil pake panggilan yang tradisional, tapi kitakan gak bisa maksa ya mbak kalo yang manggil kita lebih suka pake panggilan modern...hehehe
BalasHapusSelamat malam yuk (Ayuk) pake bahaso Jambi takutnya si mbak gak ngerti heeee. Kalo di Jambi nenek = nyai
BalasHapusKalo ad yg manggil Oma-opa nanti saya lihat ke dapurnya dulu makannya pake lauk ap..? Klo masih mkan sayur trus pake ikan asin mending ganti pake panggilan atok-nyai bae jangan nak sok blagak manggil oma-opa heeeeeheeeeee π π
Alhamdulillah dg ulasannya jd mangkin bangga membiasakan dan melestarikan pangilan tradisional..keluarga kami anti panggilan modern ..memang sih hak mreka mau pakai yg modern pa ndeso..cuman harus realita dong jgn mengutamakan gengsi..ππ
BalasHapusSekedar Informasi di Manado itu oma opa sudah menjadi panggilan tradisional untuk nenek kakek, jadi panggilan spt itu bukan berarti kita melestarikan budaya penjajah, lain kali perbanyak research dulu baru nulis blog yg bener.....
BalasHapusKalo saya sih lebih suka dipanggil ebes kalo punya anak nanti ketimbang dipanggil papa, papi, ayah atau bapak π kayak keren aja gitu
BalasHapus